Tingkat pengangguran di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 5,81% dari total keseluruhan jumlah penduduk atau sebanyak 7,02 juta jiwa. Di antaranya, terdapat sekitar 6,22% (kurang-lebih 436 ribu jiwa) yang memiliki gelar sarjana. Fenomena ini tergolong memprihatinkan karena sarjana yang diharapkan dapat berkontribusi untuk membangun negara namun justru terkatung-katung tanpa penghasilan yang tetap. Padahal tiap tahunnya akan selalu ada 750 ribu lulusan perguruan tinggi baru yang siap untuk turut meramaikan pasar kerja Indonesia.
Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari Kementrian Tenaga Kerja Republik Indonesia (Kemenaker). Aksi yang nyata dan tepat sasaran sangat diperlukan guna mengurangi angka pengangguran terdidik di Indonesia. Misalnya dengan memberikan pendampingan berwirausaha untuk para sarjana agar dapat memberdayakan dirinya sekaligus menciptakan lapangan kerja baru bagi para sarjana lainnya. Ini bisa jadi “sekali dayung, dua tiga-pulau terlampaui”. Atau bisa juga dengan membantu memfasilitasi agar para lulusan baru atau mahasiswa tingkat akhir dari sebuah perguruan tinggi bisa berkesempatan untuk magang di perusahaan-perusahaan terkemuka untuk memperkaya curriculum vitae mereka dan memperlebar kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan di masa yang akan datang.
Namun kadang dari sisi para sarjana sendiri ada mindset bahwa sebagai lulusan pendidikan tinggi, mereka seharusnya mendapatkan pekerjaan yang mudah dengan lingkungan kerja yang nyaman. Kemenaker bisa membantu mengubah cara pandang tersebut dengan memberikan pelatihan motivasi secara gratis agar para pengangguran terdidik ini bisa memperbaharui cara pikirnya supaya bisa lebih terbuka untuk peluang rezeki yang mungkin sebelumnya belum pernah terpikirkan. Para sarjana perlu memiliki kesadaran bahwa lulusan perguruan tinggi tidak hanya bisa bekerja di kantor, karena nyatanya ladang rezeki di luar kerja kantoran ada sangat banyak.
Selain itu, Kemenaker juga perlu melakukan pengawasan bagi perusahaan agar tidak mudah melakukan pemutusan hubungan kerja sehingga dapat menciptakan gelombang pengangguran baru. Terkadang dengan alasan sepele atau hanya karena faktor like and dislike, seorang karyawan bisa dirumahkan oleh perusahaan tanpa adanya pemenuhan terhadap hak-haknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Untuk mencegah perusahaan berlaku sewenang-wenang maka Kemenaker perlu bertindak tegas dengan bantuan liputan luas media massa agar perusahaan-perusahaan yang lain tidak melakukan kesalahan yang sama.
Dengan kombinasi dari program-program di atas, maka diharapkan angka pengangguran terdidik di Indonesia bisa semakin diminimalisir. Menurunnya angka pengangguran terdidik dapat berkontribusi terhadap angka pertumbuhan pembangunan dan pada akhirnya akan membantu Indonesia untuk menjadi lebih sejahtera.
Sumber: