Promo vs Data Security

tmp-cam--2042875642

Sepertinya belakangan ini ada banyak aplikasi pembayaran online yang bersedia menggelontorkan promo berlimpah di berbagai merchant untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Diskon yang diberikan biasanya berupa cashback yang dapat digunakan kembali untuk membeli hal yang lainnya. Tidak tanggung-tanggung, kadang-kadang potongannya mencapai 60 persen dari harga yang sebenarnya sehingga sangat menarik bagi kalangan menengah ke atas terutama yang tinggal di kota-kota besar.

Bagi para millenials atau generasi Z yang gemar nongkrong di tempat-tempat kekinian, aplikasi pembayaran seperti itu benar-benar seperti angin surga. Gaya hidup mereka yang hobi capture momen seru secara live seakan mendapat sokongan dengan hanya berbekal aplikasi yang kadang cara pendaftarannya pun cuma perlu nomor ponsel.

Meski awalnya memiliki proses registrasi yang mudah, namun belakangan ada aplikasi yang meminta copy KTP dan selfie (bersama KTP) untuk menggunakan versi premium dengan fitur yang lebih banyak. Saat para pelanggan tidak keberatan untuk memberikan ID, terlebih diiming-imingi bujuk-rayu para SPG yang cantik-cantik dan persuasif, hal ini pun makin marak.

Kini ada aplikasi pembayaran online yang tak malu-malu lagi meminta kelengkapan data diri di awal registrasinya, seperti ID, selfie, nama ibu kandung, dll. Bahkan meski identitas resmi dan foto diri sudah diberikan, kadang aplikasinya dibekukan begitu saja tanpa alasan yang jelas dan pihak pengembang meminta ID yang lebih banyak lagi seperti SIM dan passport agar dana dapat kembali digunakan.

Karena sudah "terjebak" pada situasi tersebut, akhirnya banyak yang entah terpaksa atau tidak menyerahkan data-data yang paling pribadi pada pihak ketiga agar bisa mencairkan uangnya. Padahal keamanan data dirinya belum tentu dapat terjamin dengan baik.

Menurut saya secara pribadi, sangat riskan sekali jika harus memberikan berbagai jenis kartu identitas yang kita miliki hanya demi promo yang kadang tidak terlalu dibutuhkan. Meskipun perusahaannya menerapkan peraturan keamanan privasi yang ketat, namun kita tidak pernah tahu kapan akan terjadi pembobolan data baik melalui oknum dari dalam maupun luar perusahaan. Identitas kita dapat tersebar ke tangan-tangan yang tidak berwenang dan bisa jadi disalahgunakan untuk hal yang tidak diinginkan. Kadang karena saking lengkapnya identitas dan data yang diberikan, orang lain bisa saja menyaru sebagai kita untuk hal yang sebenarnya tidak ingin kita lakukan. Tidak ingin terjebak pada situasi sulit hanya gara-gara promo kan?

Tapi memang susah untuk tidak tergiur promo di saat mencari penghasilan semakin sulit seperti sekarang ini. Karena itu, kalau memang masih ada dompet elektronik yang tidak mensyaratkan hal-hal pribadi dalam registrasinya, mungkin aplikasi tersebut masih bisa digunakan sesekali. Hanya saja sebaiknya hindari melakukan upgrade dengan menyertakan ID resmi dan sebisanya jangan lakukan topup lewat transfer bank agar tidak kelebihan. Pengembalian kasus topup berlebih dari transfer bank seperti ini luar biasa susah, seperti yang dialami dalam kasus OVO berikut ini.

Lakukan saja topup secara cash (hitung dulu uangnya hati-hati) di abang-abang atau konter yang banyak ditemui di mall-mall. Kalaupun terpaksa harus topup lewat transfer bank, pastikan nominalnya sesuai dengan yang diharapkan. Rejeki nomplok dari kesalahan orang lain kadang membuat banyak pihak gelap mata sehingga berusaha mempertahankannya mati-matian jadi kitalah yang harus selalu waspada. Mengharapkan kebaikan orang lain atau perusahaan untuk mengembalikan hak kita kadang bisa sangat mengecewakan.

Juga, usahakan jangan topup uang terlalu berlebihan ke dalam akun dompet elektronik kita. Mungkin maksudnya sekalian saja diisi yang banyak untuk stok atau menghindari biaya admin yang kadang timbul akibat proses pengisian ulang saldo. Meski memang niatnya bagus yaitu untuk berhemat, baik dari biaya admin atau agar dapat lebih sering menggunakan promo, tapi bisa jadi tiba-tiba akun tersebut dibobol oleh hacker handal atau dibekukan oleh pengelolanya. Dan untuk membebaskannya, biasanya pihak penyedia layanan pembayaran online akan meminta segala macam ID, persis seperti pemerasan.

Kalau uangnya banyak, tentu kita akan mengalah dan memberikan apapun yang mereka minta asalkan akun tersebut bisa diakses kembali. Tapi kalau saldo kita hanya sedikit, maka bargaining power-nya tidak akan terlalu besar dan bisa saja kita relakan saldo tersebut, anggap saja sedekah. Istilahnya, mau di-hack atau dibekukan sekalipun bodo amat, yang penting data diri tetap anonim bagi pihak yang tidak berhak untuk mengetahuinya.

Kemudian, walaupun secara logika keberadaan promosi atau cashback seharusnya dapat menurunkan pengeluaran seseorang, sebagai mantan pengguna aplikasi pembayaran online, hal itu justru tidak berdampak pada pengeluaran saya.  Bermain cashback malah menyebabkan saya ingin membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan (mumpung promo) yang akhirnya malahan membuat pengeluaran menjadi banyak. Tanpa aplikasi tertentu pun promo masih banyak di berbagai merchant, bahkan setiap hari juga ada. Saya merasakan sendiri bahwa yang utama dalam penghematan bukanlah promo, tapi kemauan kita untuk cerdas dalam mengelola keuangan.

Jadi menurut saya, memanfaatkan promo dan cashback boleh saja tapi hindari mengkompromikan data pribadi yang sangat berharga nilainya. Data tersebut ibaratnya gembok pagar rumah kita, membiarkannya menyebar kemana-mana sama saja dengan membiarkan pagar rumah kita tidak terkunci. Memang bisa jadi aman-aman saja, tapi banyak juga yang kemalingan dengan kerugian yang tidak sedikit.

Semoga dengan maraknya aplikasi dompet elektronik ini membuat kita menjadi lebih mawas diri karena hidup dengan aman dan nyaman adalah anugerah yang tidak terkira. Be wise! 😉

This blog is created to share some experiences and knowledges so we can make a better world together.