Jujur Saat Jualan, Bisa Merugikan?



Saat sedang travelling dengan kereta api, saya dulu pernah ditawari untuk membeli sebuah nasi kotak. Mbak yang jualan bilang kalau di dalam ada berbagai macam lauk termasuk ayam geprek. Memutuskan untuk percaya, saya bahkan tidak mengecek isinya sebelum membeli dengan harga hampir beberapa kali lipat dari yang biasanya (maklum harga makanan di kereta api). Dan apa yang terjadi?
Isi dari nasi kotak itu sangat mengecewakan. Tidak ada ayam geprek seperti yang dijanjikan, lauknya pun berukuran mini. Bahkan foto di kemasan nasi kotak itu, yang menampilkan lauk berlimpah, juga tidak sesuai kenyataan.
Alhasil, saya tidak pernah lagi membeli nasi kotak di sana meski kadang lewat dan selalu memastikan untuk bawa bekal sendiri.
Saya jadi berpikir, mesti banget ya jualan bombastis begitu meski klaimnya kurang benar?
Well, saya sendiri pernah jualan. Terinspirasi dari cara Nabi Muhammad SAW berdagang, saya selalu berusaha menceritakan barang dagangan apa adanya, termasuk kalau ada cacatnya. Misalnya ketika saya berjualan buku bekas.
Dalam suatu transaksi, saya tidak sadar bahwa ada halaman-halaman buku yang basah terkena air sementara ada calon pembeli yang berminat. Namun meskipun berat hati dan beresiko pesanan dibatalkan, saya pun menceritakan kondisi buku itu apa adanya. 
Lalu apa ada calon pembeli yang pergi karena hal itu?
Ada, tapi jauh lebih banyak mereka yang meneruskan transaksi. Termasuk calon pembeli yang hendak memesan buku bekas di atas. Meski sudah saya jelaskan bahwa ada beberapa halaman bukunya yang basah sehingga meskipun sudah kering lantas tidak bisa kembali sempurna, dia tetap melanjutkan transaksinya. Bahkan setelah barangnya sampai, dia pun berkenaan menyampaikan review yang baik. Dan alhamdulilah mayoritas pembeli yang lain pun memberikan komentar yang positif tentang lapak saya.
Jadi jujur dalam berjualan tidak selalu identik dengan kurang laku. Mungkin awalnya orang akan beli kalau promonya bagus, tapi apa mereka akan kembali? Seperti kejadian saya dan nasi kotak di atas, saya pun ogah beli lagi karena merasa sang penjual kurang bisa dipercaya. Dan meskipun memang ada calon pembeli yang membatalkan transaksi setelah tahu cacatnya suatu barang, saya anggap saja itu bukan rezeki dan ada saja orang lain yang bersedia melakukan transaksi untuk barang yang satu lagi.
Secara pribadi saya yakin kejujuran bukan saja akan membawa keberkahan, tapi juga membangun reputasi. It goes such a long way. Bukan begitu? 🙂

Baca Juga:

This blog is created to share some experiences and knowledges so we can make a better world together.